Senin, 23 Maret 2009

Roti Bakar Eddy-Lemahnya Stamina Pemuasan Pelanggan

Siapa yang tak kenal dengan Roti Bakar Eddy? Tempat makan yang menyediakan aneka jenis makanan ini bahkan telah mengembangkan sayap bisnisnya. Semula hanya berlokasi di sekitar Masjid Agung Al-Azhar (depan kantor PU) kini telah hadir di beberapa tempat lainnya, seperti di Midpoint ( sekitar Hotel Atlet Century, Senayan ), Kemang, dan di Bintaro Trade Centre (BTC).

Anak muda yang suka keluar malam menjadikan Roti Bakar Eddy sebagai persinggahan untuk berkumpul bersama teman-temannya, entah bersama Klub Mobilnya, Klub Motornya, dan jenis-jenis perkumpulan anak muda lainnya. Tak jarang bahkan Roti Bakar Eddy ( yang di sekitar Al-Azhar ) menyebabkan kemacetan karena sulitnya mobil-mobil mencari parkir.

Tapi sekarang?? Kita sudah mulai melihat menurunnya tingkat keramaian pengunjung Roti Bakar Eddy, setidaknya yang saya lihat di Roti Bakar Eddy di depan kantor PU. Mengapa Roti Bakar Eddy bisa seperti ini sekarang? Kemana Roti Bakar Eddy yang beberapa tahun yang lalu menjadi “ajang pamer” dan “pengakuan status” dikalangan anak muda? Munkin sedikit pengalaman saya ini bisa menjelaskan mengapa Roti Bakar Eddy bisa menjadi seperti ini.

Kebetulan kantor saya letaknya sangat berdekatan dengan Roti Bakar Eddy yang disekitar Al-Azhar. Sehingga, hanya Roti Bakar Eddy lah tempat yang memungkinkan ketika saya ingin berkumpul dengan teman-teman saya yang bekerja di kantor berbeda. Kami selalu mencari tempat yang paling strategis dan berada di tengah-tengah pusat perkantoran. Dan Roti Bakar Eddy sekitar Al-Azhar lah jawabannya.

Beberapa kali saya berkumpul di Roti Bakar Eddy, dan beberapa kali itu juga saya mulai merasa kecewa dengan pelayanan Roti Bakar Eddy yang sekarang. Saya penasaran dengan kondisi sepinya Roti Bakar Eddy sekarang yang menjadi sepi. Hingga saya melakukan beberapa percobaan. Saya selalu memesan menu yang berbeda dalam tiga kali terakhir saya kesana. Memang, sistem penjualan di Roti Bakar Eddy memungkinkan kita untuk memesan makanan dari penjual mana pun, ketika kita duduk di depan penjual manapun.

Apa yang saya rasakan, mungkin menjawab pertanyaan saya mengenai sepinya Roti Bakar Eddy saat ini. Pertama, saya merasa makanan yang disajikan sudah kehilangan cita rasa. Dengan kata lain, sudah tidak enak rasanya. Terutama untuk menu Nasi Goreng Kambingnya. Porsi nya sedikit. Daging kambing nya keras. Dan, harganya mahal. Maksud saya, memang harga itu relatif. Tapi dengan kualitas seperti di Roti Bakar Eddy itu, harga segitu menjadi tidak wajar, atau kemahalan. Banyak sekali nasi goreng sejenis yang memiliki rasa lebih enak, namun dengan harga yang lebih murah.

Kedua, dan yang paling mengecewakan buat saya, adalah pelayanan petugas Roti Bakar Eddy terhadap pelanggan. Pernah ketika saya memesan nasi goreng, petugas Roti Bakar Eddy hanya memberikan saya sebuah sendok. Sedangkan saya adalah orang yang lebih nyaman makan menggunakan sendok dan garpu. Ketika saya meminta kepada salah satu petugas Roti Bakar Eddy yang sedang lewat, “Mas, minta garpu dong.” Pinta saya. Lalu dengan cepat, tepat, tegas dan lugas sang petugas Roti Bakar Eddy itu menjawab, “ Enggak ada, mas”. Tidak ada usaha sama sekali untuk mencarikan saya sebuah garpu, alat wajib yang harus ada ketika membuka usaha makanan. Bahkan tidak ada pula rasa penyesalan dan permintaan maaf bahwa mereka tidak bisa menyediakan permintaan pelanggan yang memang sudah seharusnya tersedia.

Pernah pula pesanan yang saya minta tak kunjung datang. Hingga akhirnya saya bertanya kepada salah satu petugas Roti Bakar Eddy yang lewat, “ Mas, pesanan saya mana, ya?”. Lalu si petugas menjawab. “pesanan yang mana yah?”, dan akhirnya saya harus memesan kembali. Dan masih banyak lagi kekecewaan yang saya alami sendiri terhadap pelayanan Roti Bakar Eddy.

Sayang sekali, padahal nama Roti Bakar Eddy sempat muncul di jajaran atas tempat tujuan anak muda Jakarta yang ingin menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ya, ketika sebuah bisnis menjadi berkembang pesat, sudah seharusnya mereka juga meng-upgrade sistem manajemennya. Sehingga tidak kehilangan kualitasnya, apalagi dengan bertambahnya cabang-cabang di beberapa lokasi. Sayangnya, menurut saya, Roti Bakar Eddy tidak berhasil melakukan itu. Stamina Roti Bakar Eddy dalam menjaga kepuasan pelanggan tidak segitu hebatnya.

Semoga pelaku bisnis di Indonesia pada umumnya, dan Jakarta pada khususnya, selain harus memiliki kemampuan sprint dalam mengembangkan bisnisnya, juga harus menjaga kemampuan marathon dalam menjaga kepuasan pelanggan.